Searching...

Hidroponik dalam Ruang




Hidroponik dalam ruangan di lantai enam gedung bertingkat. Dengan bantuan cahaya tambahan, sayuran tetap tumbuh subur.

Jendela ruangan Pusat Pengetahuan Tarumanagara di lantai ke-6 dan 7 gedung utama Universitas Tarumanagara memendarkan cahaya ungu. Itu bukan sekadar hiasan. Rangkaian guli atau meja tanam hidroponik tersusun atas 6 talang polivinil klorida (PVC) menempel ke rangka jendela. Guli berbahan talang PVC sepanjang 200 cm berisi 13 tanaman dengan kemiringan 2 – 3 derajat.

Jenis selada yang tumbuh di setiap guli berbeda: batavia, butterhead, kristin, monday, dan romaine. Jenis boleh berbeda, selada-selada memiliki persamaan, yakni tumbuh subur meski minim sinar matahari karena tumbuh di dalam ruangan. Harap mafhum, meski terletak di sisi timur dan memperoleh sinar matahari pagi, guli hidroponik itu berada dalam tempat tertutup berpendingin ruangan.

“Sistem itu hanya 6 jam disinari matahari,” tutur Agus Rustandy, praktikus hidroponik yang merangkai sistem hidroponik di dalam ruangan Tarumanagara. Jika mengandalkan matahari, pertumbuhan lambat sehingga tanaman mengalami etiolasi (tumbuh memanjang, red). Agus menempatkan rangkaian dioda cahaya alias LED setinggi 30 cm di atas guli. Dioda cahaya itu memancarkan radiasi fotosintesis aktif (PAR, photosynthetically active radiation) dengan rentang panjang gelombang 400 – 700 nm. Bandingkan dengan rentang panjang gelombang sinar matahari, 200 – 1.500 nm.

Setara 100 watt

Tidak seluruh rentang panjang gelombang sinar matahari itu berfaedah untuk proses fotosintesis. “Tanaman hanya sedikit menggunakan sinar hijau dan kuning,” tutur Ir Yos Sutiyoso, konsultan hidroponik di Jakarta. Cahaya merah dan jingga, dengan panjang gelombang 600 – 760 nm, berperan dalam pemecahan air menjadi gas hidrogen dan oksigen serta pembentukan energi tinggi (ATP) dari energi rendah (ADP). Sementara cahaya ungu dan biru (panjang gelombang 400 – 500 nm) berperan dalam pembentukan protein dari energi tinggi.

Agus menggunakan LED merah dan biru dengan perbandingan 60% merah dan 40% biru setinggi 30 cm dari guli. Konsumsi daya LED hanya 10 – 18 watt, tergantung panjang lampu. Itu jauh di bawah daya lampu tabung yang biasa digunakan untuk budidaya krisan di dataran tinggi yang mencapai 40 – 50 watt. Sementara lampu bohlam yang digunakan oleh generasi 1970 mengonsumsi daya 100 watt. Meski demikian, kuat intensitas cahaya LED ketika diukur lebih dari 300 mikromol per detik m2, setara 100 watt per meter persegi. “Setara dengan lampu bohlam 100 watt tetapi keperluan daya hanya sepersepuluh,” kata ayah 2 anak itu.


Menurut Dr Djoko Triyono, dosen Jurusan Fisika Universitas Indonesia, lampu bohlam hanya mengubah 40% energi listrik menjadi cahaya. “Sisanya menjadi panas,” kata Nurhuda. Lampu tabung alias TL mengubah 60% energi listrik menjadi cahaya. Sementara lampu hemat energi yang kini marak digunakan di rumahtangga mengubah 90% listrik menjadi cahaya. Adapun energi listrik yang terbuang menjadi panas dalam lampu LED kurang dari 5%.

Dengan lampu LED, masa tanam selada di guli dalam ruangan tidak berbeda dengan lahan terbuka yang memperoleh sinar matahari langsung. Menurut Roni Arifin, pekebun hidroponik di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, selada panen pada umur 6 – 7 pekan pascasemai. Sementara, dengan penyinaran 24 jam, selada di dalam ruangan siap panen pada umur 6 pekan pascasemai. Agus mengatakan posisi pemasangan lampu terlalu tinggi. “Idealnya 20 cm dari ujung tanaman,” kata alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara itu.

Pasokan air dan nutrisi untuk selada di kampus Universitas Tarumanagara itu menggunakan sistem nutrient film technique (NFT). Roni memasang pompa berkekuatan 5.500 l per jam untuk mengalirkan 50 l larutan nutrisi ke guli. Pompa menaikkan air ke pipa PVC berdiameter 0,5 inci. Air mengalir dari pipa ke guli melalui selang plastik hitam berukuran 3 mm. Susunan guli menyerupai huruf V dengan 3 tingkat guli yang ujungnya bertemu di tengah. Air mengalir dari pangkal ke ujung guli lalu turun dan kembali ke penampung.

Ujung guli lebih rendah 10 cm daripada pangkal. “Tujuannya menciptakan riak di permukaan air sehingga oksigen terlarut meningkat,” kata Roni yang menggunakan media tanam wol batu. Ia menyemai di tempat lain, lalu memindahkan ke guli setelah tanaman berumur 2 pekan. “Tempatnya tidak muat kalau menyemai sekaligus di sana,” kata Agus. Maklum, guli 3 tingkat itu terletak di ruangan depan lift. Jendela tempat guli menempel hanya selebar 4 m dengan tinggi 2 m.


Kelembapan

Menanam sayuran daun di jendela bukan satu-satunya karya Agus dan Roni di Pusat Pengetahuan Tarumanagara. Di ruang perpustakaan, mereka menanam cabai rawit dan tomat, masing-masing dalam 9 pot, menggunakan media tanam hidroton. Pasokan air dan nutrisi menggunakan sistem dutch bucket, mirip sistem irigasi tetes yang disirkulasi ulang dengan pompa berkekuatan 2.000 l per jam per 9 pot. Sebagai pengganti matahari, Agus memasang LED berkekuatan 14 watt setinggi 20 cm dari ujung tanaman. Ia memasang tudung berbentuk kubah di sekeliling lampu untuk memusatkan cahaya.

Konsentrasi larutan nutrisi (EC) sistem sayuran daun dan buah sama-sama 1 mS. “Sebenarnya sayuran buah memerlukan nutrisi lebih pekat, di atas 2 mS. Saya buat sama karena kekuatan sinar terbatas sehingga nutrisi encer pun cukup,” tutur Agus. Menurut Sudibyo Karsono, konsultan hidroponik di PT Kebun Sayur Segar, Parung, Bogor, konsentrasi nutrisi untuk sayuran buah berkisar 3 – 4 mS. “Saat berbuah, tanaman memerlukan lebih banyak air dan nutrisi,” kata Sudibyo.


Jika tanaman terkena sinar matahari langsung, ia menyarankan untuk memberi pasokan air 4 liter per hari ketika tanaman berbuah. Pengalaman Yos Sutiyoso, penanaman tomat dengan sistem hidroponik memerlukan larutan nutrisi dengan kepekatan lebih dari 4 mS. “Kepekatan tinggi karena kandungan K ditingkatkan agar pembentukan karbohidrat bertambah. Buah menjadi kenyal dan renyah, tidak hanya berisi air,” kata Yos. Toh, hidroponik rancangan Agus dan Roni mulai menampakkan hasil. Pada 12 Mei 2014, selada semakin rimbun sementara cabai memunculkan pentil buah.

Menurut Roni Arifin, selain pengaturan cahaya, tantangan hidroponik dalam ruang adalah pengaturan kelembapan. “Saat pendingin ruangan alias AC bekerja, kelembapan cenderung terkendali di angka 40%. Namun, seusai jam kantor, AC dimatikan sehingga kelembapan bisa naik melebihi 50%,” kata Roni. Efeknya kalau satu tanaman terserang cendawan, penyakit akan langsung menyebar. Apalagi semua tanaman menggunakan air yang sama. Untuk mencegah penyakit, ia memastikan bahwa tanaman yang masuk ke sana benar-benar bebas penyakit sejak persemaian. Pria kelahiran Medan, Sumatera Utara itu juga memasang generator ozon untuk membasmi mikrob tak diundang yang hinggap di meja tanam.

Generator itu menyala sepanjang waktu dan mengalirkan ozon alias O3 ke dalam air di tangki. Alat sejenis juga dimanfaatkan Roni di kebun seluas 2.500 m2 miliknya di Pamulang. “Selain membunuh mikrob, ozon mencegah pertumbuhan lumut,” kata Roni. Maklum, nutrisi hidroponik larut sempurna dalam air dan mudah diserap tanaman, termasuk lumut.


Pojok hijau

Di negara subtropis, penggunaan cahaya buatan sebagai pengganti matahari dilakukan sejak lama. Saat wartawan Trubus Rosy Nur Apriyanti mengunjungi Glascultures BV, produsen tomat di Wervershoof, Belanda, ia melihat lampu LED digunakan untuk menumbuhkan tomat dalam greenhouse berukuran 20 m x 35 m. Selain efisien karena menghasilkan cahaya sesuai dalam rentang PAR, LED irit listrik. Produksi pun lancar meski matahari berada di belahan bumi lain.

Dr Ir Ni Made Armini Wiendi MSc, periset fisiologi tanaman di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, berpendapat, konsep hidroponik dalam ruang tidak populer di daerah tropis seperti Indonesia. Pasalnya, matahari muncul sepanjang tahun sehingga sinar tersedia setiap hari. “Di negara subtropis, waktu siang hari lebih singkat ketimbang malam sehingga perlu sinar buatan,” kata Armini. Maklum, penggunaan sinar buatan otomatis meningkatkan biaya investasi dan operasional. Sudah begitu, tanaman dan manusia sama-sama bernapas sehingga ketersediaan udara perlu diperhatikan.

Menurut Dra Nanin Singgih MM, koordinator Pusat Pengetahuan Tarumanagara, penanaman hidroponik merupakan bagian proyek injeksi visual. “Jika di luar ruang ada konsep ruang terbuka hijau, maka di dalam ruang kami coba membuat pojok hijau,” tutur alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia itu. Ruangan Pusat Pengetahuan Tarumanagara menjadi pilihan lantaran Nanin menginginkan ruang itu menjadi tempat wisata baca, tidak sekadar perpustakaan konvensional yang dipadati buku-buku tebal. Gemericik aliran nutrisi dan sayuran yang tumbuh subur dalam ruangan menjadi harmoni yang menunjang proses pembelajaran dalam lingkungan akademis. (Argohartono Arie Raharjo/Peliput: Rizky Fadhilah)

Perbandingan Lampu




Hidroponik Medan
Jl. Karya Jaya Gg.Abadi No.7 Pangkalan Mansur, Medan Johor, Medan - Sumut
HP/SMS/Whatsapp/LINE: 0813 6129 1195
PIN BBM : 75FC6826
Email : agoenk.fattahillah@gmail.com



 
Back to top!